Dalam dunia jurnalistik tentunya kita sudah mengetahui
bahwa wawancara adalah salah satu metode pengumpulan data untuk
mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden.
Apabila wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpulan data, atau
sebagai metode diberi kedudukan yang utama dalam serangkaian metode-metode
pengumpulan data lainnya, ia akan memiliki ciri sebagai metode primer.
Sebaliknya jika ia digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-informasi
yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain, ia akan menjadi metode perlengkap Dalam proses
interview terdapat 2 (dua) pihak dengan kedudukan yang berbeda. Pihak pertama
berfungsi sebagai penanya, disebut pula sebagai interviewer, sedang
pihak kedua berfungsi sebagai pemberi informasi (Information supplyer), interviewer
atau informan. Interviewer mengajukan pertanyaan-pertanyaan, meminta
keterangan atau penjelasan, sambil menilai jawaban-jawabannya. Sekaligus ia
mengadakan paraphrase (menyatakan kembali isi jawaban interviewee dengan
kata-kata lain), mengingat-ingat dan mencatat jawaban-jawaban. Disamping itu
dia juga menggali keterangan-keterangan lebih lanjut dan berusaha melakukan “probing”
(rangsangan, dorongan). Pihak interviewee diharap mau memberikan
keterangan serta penjelasan, dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan
kepadanya. Kadang kala ia malahan membalas dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan pula. Hubungan antara interviewer dengan interviewee
itu disebut sebagai “a face to face non-reciprocal relation” (relasi
muka berhadapan muka yang tidak timbal balik). Maka interview ini dapat
dipandang sebagai metoda pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak, yang
dilakukan secara sistematis dan berdasarkan tujuan research (Kartono,
1980: 171).
1. Pengertian
Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode yang cukup handal dan
sering digunakan dalam rangka menggali data dan informasi yang dibutuhkan untuk
tujuan pemeriksaan psikologis. Secara umum, wawancara memiliki karakteristik
yang hampir sama dengan interaksi sosial yang akrab, percakapan, diskusi
ataupun presentasi, namun memiliki perbedaan yang cukup.
Wawancara,
menurut Lexy J Moleong (1991:135) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan
dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden
berhadapan langsung (face to face) untuk
mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan
permasalahan penelitian. Menurut Sutrisno Hadi ( 1989:192 ), wawancara, sebagai
sesuatu proses tanya-jawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara
fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan dengan telinga sendiri suaranya,
tampaknya merupakan alat pemgumpulan
informasi yang langsung tentang beberapa jenis data social, baik yang terpendam (latent) maupun yang memanifes.
Wawancara adalah alat yang sangat baik untuk mengetahui Tanggapan, pendapat, keyakinan,
perasaan, motivations, serta proyeksi seseorang terhadap masa
depannya
; mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk menggali masa lalu seseorang serta rahasia-rahasia hidupnya. Selain itu
wawancara juga dapat digunakan untuk menangkap aksi- reaksi orang dalam bentuk ekspresi
dalam pembicaraan-pembicaraan sewaktu tanya-jawab sedang berjalan. Di tangan seorang pewawancara yang mahir,
wawancara merupakan alat pengumpulan
data yang sekaligus dapat mengecek dan sebagai bahan ricek ketelitian dan kemantapannya. Keterangan-keterangan
verbal dicek dengan ekspresi-ekspresi muka serta gerak-gerik tubuh, sedangkan
ekspresi dan gerak-gerik dicek dengan pertanyaan-verba.
2. Jenis
Wawancara
Ada beberapa
macam kegiatan wawancara yang dikelompokan berdasarkan cara pelaksanaannya,
yaitu wawancara tertutup, terbuka, konferensi, kelompok, individual, terpimpin,
bebas. Berikut ini adalah penjelasan lengkap mengenai jenis - jenis wawancara
tersebut :
a.
Wawancara Tertutup
Wawancara tertutup adalah sebuah kegiatan wawancara yang dilakukan dengan cara
tertutup. Pewawancara harus menjaga atau merahasiakan nama maupun informasi
mengenai narasumbernya dengan cara memalsukan atau memberi inisial nama
narasumber. Wawancara tertutup ini bisa juga diartikan sebagai wawancara yang
pertanyaan – pertanyaannya terbatas dan telah tersedia jawbannya yang berupa
pilihan. Contohnya adalah wawancara yang menggunakan lembar questionnaire.
b.
Wawancara terbuka
Wawancara ini bertolak belakang dengan jenis wawancara tertutup, yaitu
wawancara yang dilakukan dengan tidak merahasiakan informasi mengenai
narasumbernya dan juga memiliki pertanyaan – pertanyaan yang tidak terbatas
atau tidak terikat jawabannya. Contohnya adalah wawancara yang meminta
narasumber untuk memberikan penjelasan lengkap mengenai suatu hal.
c.
Wawancara konferensi
Wawancara konferensi adalah wawancara yang dilakukan oleh seorang pewawancara
dengan sejumlah narasumber dan sebaliknya. Contohnya adalah wawancara yang
dilakukan di acara – acara televisi atau talk show, wawancara yang dilakukan
oleh seorang pewawancara kepada sejumlah narasumber di acara formal atu diskusi
publik, dan Wawancara jarak jauh (teleconference) yang banyak dilakukan di
acara – acara berita.
d.
Wawancara Kelompok
Wawancara kelompok adalah wawancara yang dilakukan oleh sejumlah pewawancara
kepada narasumber dan dilaksanakan pada waktu yang bersamaan. Hal ini hampir
sama dengan wawancara konferensi, tetapi pada wawancara kelompok pertanyaan –
pertanyaan yang diajukan oleh setiap pewawancara berbeda – beda.
Contohnya adalah wawancara kepada seorang
artis, pejabat, atau group band yang berprestasi atau sedang terkena skandal.
e.
Wawancara Individual
Wawancara Individual adalah wawancara yang dilakukan oleh seorang wawancara
dengan seorang narasumber. Wawancara ini disebut juga dengan wawancara
perorangan. Contohnya adalah wawancara yang dilakukan oleh wartawan dalam
mencari berita.
6. Wawancara Terpimpin
Wawancara ini disebut juga dengan wawancara terstruktur. Wawancara jenis ini
biasanya menggunakan beberapa pertanyaan yang telah disiapakan sebelumnya baik
oleh pewawancara maupun narasumbernya. Contohnya adalah wawancara yang sering
terjadi di acara – acara talk show bertemakan khsusus kepada narasumber seperti
dokter, polisi, guru, dan lain – lain.
7. Wawancara Bebas
Wawancara bebas adalah jenis wawancara yang pertanyaannya tidak dipersiapkan
terlebih dahulu. Dengan kata lain wawancara ini terjadi spontan bergantung
dengan suasana dan keadaan ketika kegiatan wawancara berlangsung. Wawancara ini
sering disebut juga dengan wawancara tidak berstruktur.
3. Teknik
dalam Wawancara
·
Mulailah
mengungkapkan maksud dan tujuan dari diadakannya wawancara tersebut, dengan
menggunakan bahasa yang mudah dan sederhana sehingga mudah dimengerti oleh
responden.
·
Berlaku
sopan dan ramah dengan menggunakan gaya bahasa yang menarik dan wajar serta
tidak dibuat-buat. Hindari gaya bahasa yang berintonasi memerintah dan menekan
serta hal-hal yang dapat menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya.
·
Tidak
melakukan wawancara secara tergesa-gesa yang dapat menimbulkan kesan bahwa
wawancara yang dilakukan tidak berguna atau tidak penting.
·
Usahakan
proses wawancara yang dilakukan berarti penting sekali bagi proses penelitian
dengan sikap yang tidak berlebih-lebihan yang justru menimbulkan kesan
mengolok-olok si responden.
·
Bantu
responden yang mengalami kesulitan dalam mengeluarkan pendapatnya ke dalam
bentuk lisan.
·
Apabila
dalam proses wawancara terdapat informasi/data baru yang tidak direncanakan
dalam proses wawancara tersebut, buatlah sendiri daftar pertanyaan untuk
menggali informasi yang baru tersebut.
·
Gunakanlah
alat Bantu dalam proses wawancara yang dapat mencatat/merangkum hasil wawancara
tersebut, baik berupa alat pencatat, tape recorder, video casete, hand phone,
kamera, dan lain-lain.
4.
Etika dalam penulisan berita
Etika
wawancara adalah sebuah metode untuk melakukan wawancara dengan cara yang baik.
Dengan berpegang pada etika wawancara, nara sumber akan lebih terbuka dalam
proses wawancara. Tak jarang, wartawan memperoleh data tambahan, bila nara
sumber merasa nyaman saat proses wawancara.
Etika wawancara dasar yang dilakukan seorang wartawan adalah
mengidentifikasikan diri dengan menyebutkan nama diri dan nama organisasi. Hal
ini adalah etika wawancara yang dilakukan, terutama untuk wawancara resmi.
Selanjutnya, jangan lupa untuk menjelaskan maksud wawancara. Dengan demikian
terjadi saling terbuka antara pewawancara dengan narasumber. Etika wawancara selanjutnya adalah
jika membuat janji bertemu dengan narasumber, datanglah tepat waktu. Jangan
biarkan narasumber menunggu. Ingat bahwa kita membutuhkan informasi dari
narasumber. Datang terlambat dapat menimbulkan kesan buruk kepada narasumber.
Selain itu, mengakibatkan hilangnya kesempatan mendapatkan informasi penting
yang kita inginkan. Apalagi bila narasumber memiliki jadwal yang sangat padat.
Misalnya, narasumber hanya dapat ditemui pada saat itu, karena ia berdomisili
di negara yang berbeda. Atau, ternyata narasumber sering bepergian ke luar
negeri dan jarang sekali pulang ke tanah air.Pada saat wawancara, hormati
permintaan narasumber bila suatu keterangan tidak ingin dipublikasikan (off the
record).
Keterangan yang diminta untuk tidak
dipublikasikan, biasanya bila hal itu memang belum fix atau belum menyeluruh.
Sehingga narasumber khawatir, informasi yang belum lengkap itu justeru
menimbulkan permasalahan baru.Hormati pula permintaan nara sumber bila nama dan
kedudukannya tidak ingin disebutkan. Narasumber yang tidak ingin disebut
identitasnya disebut Sumber Anonim. Namun, menuliskan sumber anonim tidak bisa
dilakukan sembarangan. Ada beberapa Kriteria Sumber Anonim yang harus dipenuhi.
Dengan menerapkan etika wawancara, informasi yang diharapkan akan mudah digali.
5. Sikap
yang harus dimiliki oleh pewawancara
Saat
melakukan wawancara, pewawancara harus dapat menciptakan suasana agar tidak
kaku sehingga responden mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Untuk
itu, sikap-sikap yang harus dimiliki seorang pewawancara adalah sebagai
berikut:
· Netral; artinya, pewawancara tidak
berkomentar untuk tidak setuju terhadap informasi yang diutarakan oleh
responden karena tugasnya adalah merekam seluruh keterangan dari responden,
baik yang menyenangkan atau tidak.
· Ramah; artinya pewawancara menciptakan
suasana yang mampu menarik minat si responden.
· Adil; artinya pewawancara harus bisa
memperlakukan semua responden dengan sama. Pewawancara harus tetap hormat dan
sopan kepada semua responden bagaimanapun keberadaannya.
·
Hindari
ketegangan; artinya,
pewawancara harus dapat menghindari ketegangan, jangan sampai responden sedang
dihakimi atau diuji. Jika suasana tegang, responden berhak membatalkan
pertemuan tersebut dan meminta pewawancara untuk tidak menuliskan hasilnya.
Pewawancara harus mampu mengendalikan situasi dan pembicaraan agar terarah.
Sukes
tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap pewawancara juga ditentukan
oleh perilaku, penampilan, dan sikap pewawancara. Sikap yang baik biasanya
mengundang simpatik dan akan membuat suasana wawancara akan berlangsung akrab
atau komunikatif. Wawancara yang komunikatif dan hidup ikut ditentukan oleh
penguasaan permasalahan dan informasi seputar materi,topik,pembicaraan baik
oleh narasumber maupun pewawancara.
Sumber :
Muhtadi, A. S. (2016). Pengantar
Jurnalistik. Dalam A. S. Muhtadi, Pengantar Ilmu Jurnalistik (hal.
175-183). Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Andi. (2015, agustus 12). Pengertian Wawancara
menurut para ahli. Diambil kembali dari google:
http://www.ilmupsikologi.com/2015/08/pengertian-wawancara-menurut-para-ahli.html#ixzz43iCQNaEy
Hendra, A. (2013, juni 26). About
Us : wawancara. Diambil kembali dari google:
http://alfianhendrakusuma.blogspot.co.id/2013/06/wawancara.html?m=1
Komentar
Posting Komentar